SELURUH FRAKSI DPR SETUJUI PEMBAHASAN RUU KEARSIPAN
29-06-2009 /
KOMISI II
Seluruh Fraksi DPR RI menyatakan siap dan menyetujui RUU tentang Kearsipan untuk dibahas lebih lanjut di Komisi II DPR RI. Hal ini disampaikan masing-masing juru bicara fraksi pada rapat kerja dengan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara, wakil dari Menteri Hukum dan HAM, Menteri Pendidikan Nasional dan Menteri Keuangan, Senin (29/6) yang dipimpin Ketua Komisi II E.E. Mangindaan (F-PD).
Mangindaan mengatakan, waktu untuk membahas RUU ini memang sangat sempit, dia berharap mudah-mudahan dapat diselesaikan sebelum masa bakti anggota DPR periode ini berakhir (akhir September).
Untuk mempercepat pembahasan RUU ini, Mangindaan minta kepada fraksi-fraksi untuk dapat membuat Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) selama masa reses. Jadi, katanya, setelah masa reses pembahasan RUU tersebut dapat segera dimulai.
Dalam pandangan Fraksi Partai Golkar, juru bicara Andi Wahab Datuk Majokayo mengatakan, UU Nomor 7 Tahun 1971 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kearsipan yang telah ada sebelumnya dirasa sudah tidak sesuai dengan dinamika kearsipan yang berkembang begitu pesatnya. Untuk itu, UU tersebut perlu dilakukan revisi.
FPG berharap dengan adanya revisi RUU ini nantinya, pengarsipan di negara kita berjalan semakin baik, sehingga dapat menjadi bukti pertanggung jawaban dan bukti sejarah masa silam.
Namun, kata Andi Wahab, hendaknya RUU ini nantinya perlu diharmonisasikan dengan UU terkait lainnya agar tidak terjadi tumpang tindih.
Juru Bicara F-PDIP, Tumbu Saraswati mengatakan, fraksinya menyambut baik upaya Pemerintah untuk merevisi RUU tersebut yang disesuaikan dengan perkembangan jaman yang terus dinamis agar dapat diakses untuk publik guna menambah pengetahuan.
Fraksinya menilai UU yang telah ada sifatnya masih parsial, perlu adanya pengaturan yang komprehensif dan perlu diselaraskan dengan UU yang sudah ada.
Pengalaman membuktikan, arsip yang tidak baik akan menimbulkan kekacauan dan menyulitkan pertanggung jawaban di kemudian hari. Sebagai contoh, kasus hilangnya Super Semar yang menjadi kunci sejarah dan lepasnya Pulau Sipadan dan Ligitan dari Negara Kesatuan Republik Indonesia menunjukkan bukti arsip kita yang dikelola tidak baik. Padahal, arsip dapat dikatakan vital pada semua proses pemerintahan.
Senada dengan itu, juru bicara F-PPP Chozin Chumaidy mengatakan, kasus Sipadan dan Ligitan menunjukkan kita tidak serius menyelamatkan arsip nasional, sehingga ketika kita membutuhkan data-data lengkap yang berkaitan dengan pulau tersebut kita tidak menyimpannya dengan baik. Untuk itu diperlukan penyediaan arsip yang mudah diakses, cepat dan akurat.
F-PPP juga mengingatkan perlunya diatur secara tegas mengenai sanksi di dalam RUU tersebut.
Barnstein Samuel Tundan juru bicara Fraksi Partai Demokrat mengatakan, arsip merupakan dokumen yang maha penting dan harus dipelihara dengan baik. Dalam kenyataannya di lapangan, kita sering mengalami sulitnya mendapatkan dokumen atau data lama yang akan dipakai sebagai bukti.
Arsip tidak hanya sebagai penyimpan data saja, tapi lebih jauh dari itu sebagai dokumen fakta-fakta. Terlepas dari kepentingan politis, fraksinya berharap dengan adanya RUU ini tidak akan ada lagi pengaburan sejarah seperti kasus Super Semar.
Sementara juru bicara F-PAN Nidalia Djohansyah Makki mengatakan, fungsi arsip tidak hanya fungsi masa depan, tapi juga fungsi masa lampau. Persoalan arsip di sini membutuhkan adanya manajemen yang baik.
Masalahnya, kata Nida, belum ada kesadaran yang kuat akan arti pentingnya kearsipan. Arsip dalam hal ini belum dikelola dengan baik, arsip dipandang sebagai sesuatu yang tidak berguna. Ke depan, paradigma ini harus diubah bahwa arsip adalah sesuatu hal yang sangat penting dan berguna bagi kepentingan negara.
Juru Bucara Fraksi Kebangkitan Bangsa Saifuddin Zuhri Alhadi mengatakan, arsip yang dikerjakan di kantor pusat, maupun di daerah selama ini masih dikerjakan secara manual. Hal ini tentu saja tidak lagi sesuai dengan perkembangan jaman.
Menurut fraksinya, arsip yang baik harus mampu mendokumenkan secara lengkap dan akurat terhadap seluruh kearsipan yang ada. Namun harus tetap terjaga keautentikan dan keakuratan dari arsip tersebut.
Untung Wahono jubir Fraksi Partai Keadilan Sejahtera mengatakan, arsip dipandang bukan hal yang serius, karena itu banyak kekacauan dalam pengelolaannya. Hal ini dikarenakan tidak memahami akan pentingnya arsip tersebut. Dalam hal ini, manajemen dan lembaga arsip memegang peranan penting dalam mendokumenkan kepentingan arsip nasional.
Dalam pandangan Fraksi Bintang Pelopor Demokrasi, Fraksi Partai Bintang Reformasi dan Fraksi Partai Damai Sejahtera yang disampaikan secara tertulis kepada Pimpinan Komisi II DPR mengatakan, fraksinya juga menyetujui RUU Kearsipan dibahas lebih lanjut.
Sanksi Tegas
Pada kesempatan tersebut Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Taufiq Effendi mengatakan, garis besar RUU Kearsipan yang akan dibahas ini nantinya memuat substansi yaitu tanggung jawab penyelenggaraan kearsipan, pengelolaan arsip dinamis, pengelolaan arsip statis, organisasi profesi arsiparis dan peran serta masyarakat dalam kearsipan serta sanksi administrasi dan sanksi pidana.
Ketentuan pidana di sini diberlakukan mengingat kejahatan arsip sudah menimbulkan kerugian dan bahaya bagi penyelenggaraan kehidupan berbangsa, bernegara dan bermasyarakat.
Ketentuan pidana dalam RUU Kearsipan ini diberlakukan bagi setiap orang yang memiliki arsip tanpa hak, menyimpan dan menyebarluaskan informasi arsip tanpa hak, memusnahkan arsip dengan cara melawan hukum, mengekspor arsip ke luar wilayah negara, membocorkan arsip yang masih dalam status rahasia untuk diakses publik, dan memberikan arsip yang masih dalam status rahasia kepada pihak yang tidak berwenang.
Sementara menanggapi kasus lepasnya Sipadan dan Ligitan, Taufiq sependapat jika pengarsipan kita tidak dikelola secara baik. Hal itu menjadi pelajaran yang mahal bagi bangsa Indonesia bahwa kekacauan arsip akan berdampak merugikan bangsa dan negara. (tt)